Tong Kosong I, Fossil Energy Isinya
Saat membaca paper “The renewable of Geothermal Energy”-nya Valgardur Stefansson, saya teringat dengan pertanyaan dosen saya sewaktu masih kuliah di departemen teknik pertambangan itb (sejak tahun 2006 berubah nama menjadi program studi teknik pertambangan itb), “menurut kalian, apakah batubara dan minyak bumi termasuk renewable energy/depleting energy?” Pertanyaan yang sederhana namun filosofis, sehingga perlu pemahaman yang mendasar untuk bisa menjawabnya dengan tepat.
Seringkali dulu saya mendengar bahwa, cadangan batubara/minyak bumi di Indonesia tinggal beberapa tahun lagi, dengan kata lain, batubara dan minyak bumi kita akan segera habis dalam beberapa tahun. Apakah benar demikian adanya?
Secara genesa, batubara dan minyak diklasifikasikan sebagai fossil energy, yang proses pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun.
Jika dilihat dari asal muasal terbentuknya, batubara dan minyak bumi termasuk dalam kategori renewable energy, karena sifat pembentukannya yang continue meskipun memerlukan beberapa kondisi tertentu dalam prosesnya dan proses pembentukannya yang sangat lambat (dalam satuan jutaan tahun). Namun jika dilihat dari relativitas waktu terbentuknya yang memerlukan waktu jutaan tahun (read: dalam satuan geology time scale) dengan memperhatikan faktor human time scale yang kurang dari 100 tahun, telah disepakati bahwa batubara dan minyak bumi diklasifikasikan ke dalam kategori non renewable energy, seperti yang diuraikan oleh Peter Ledingham pada tahun 1998 dalam tulisannya “The world directory of renewable energy; Suppliers and services 1998). Faktor geology time scale dan human time scale ini jugalah yang menjadi dasar ISO (International Standard Organization) mengklasifikasikan batubara dan minyak bumi ke dalam kategori depleting energy.
Berbicara tentang renewable energy, saya jadi teringat dengan ide sustainability development. Dilain kesempatan, dilain kelas, saat masih kuliah di teknik pertambangan itb juga, dosen saya pernah bilang, “kuantitas cadangan mineral dan anggapan bahwa cadangan mineral akan segera habis sangat tergantung dengan exploration rate yang ada. Selama kita masih melakukan eksplorasi dan menemukan cadangan mineral baru, maka anggapan (yang mengatakan bahwa cadangan akan segera habis) itu tidaklah berlaku sepenuhnya”. Masih menurut beliau, Indonesia sejak tahun 1997/1998 memang mengalami penurunan jumlah cadangan. Karena adanya krisis moneter dunia dan kondisi politik dalam negeri yang tidak kondusif, investasi di bidang eksplorasi, yang memang beresiko tinggi, sangatlah minim dan hampir tidak ada (read: nol koma), sehingga tidak adanya keseimbangan antara exploration rate dan exploitation rate, artinya tidak ada sebuah sustainability development disini. Dan jika hal ini terjadi, maka cadangan mineral di Indonesia akan benar-benar habis. Dan yang dikhawatirkan oleh semua orang menjadi kenyataan, bahwa cadangan mineral di Indonesia telah habis.
Shinkansen Nozomi 2-3A, Fukuoka - Tokyo
Tokyo University’s Starbucks, Tokyo
My wife’s apartment, Saitama
Seringkali dulu saya mendengar bahwa, cadangan batubara/minyak bumi di Indonesia tinggal beberapa tahun lagi, dengan kata lain, batubara dan minyak bumi kita akan segera habis dalam beberapa tahun. Apakah benar demikian adanya?
Secara genesa, batubara dan minyak diklasifikasikan sebagai fossil energy, yang proses pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun.
Jika dilihat dari asal muasal terbentuknya, batubara dan minyak bumi termasuk dalam kategori renewable energy, karena sifat pembentukannya yang continue meskipun memerlukan beberapa kondisi tertentu dalam prosesnya dan proses pembentukannya yang sangat lambat (dalam satuan jutaan tahun). Namun jika dilihat dari relativitas waktu terbentuknya yang memerlukan waktu jutaan tahun (read: dalam satuan geology time scale) dengan memperhatikan faktor human time scale yang kurang dari 100 tahun, telah disepakati bahwa batubara dan minyak bumi diklasifikasikan ke dalam kategori non renewable energy, seperti yang diuraikan oleh Peter Ledingham pada tahun 1998 dalam tulisannya “The world directory of renewable energy; Suppliers and services 1998). Faktor geology time scale dan human time scale ini jugalah yang menjadi dasar ISO (International Standard Organization) mengklasifikasikan batubara dan minyak bumi ke dalam kategori depleting energy.
Berbicara tentang renewable energy, saya jadi teringat dengan ide sustainability development. Dilain kesempatan, dilain kelas, saat masih kuliah di teknik pertambangan itb juga, dosen saya pernah bilang, “kuantitas cadangan mineral dan anggapan bahwa cadangan mineral akan segera habis sangat tergantung dengan exploration rate yang ada. Selama kita masih melakukan eksplorasi dan menemukan cadangan mineral baru, maka anggapan (yang mengatakan bahwa cadangan akan segera habis) itu tidaklah berlaku sepenuhnya”. Masih menurut beliau, Indonesia sejak tahun 1997/1998 memang mengalami penurunan jumlah cadangan. Karena adanya krisis moneter dunia dan kondisi politik dalam negeri yang tidak kondusif, investasi di bidang eksplorasi, yang memang beresiko tinggi, sangatlah minim dan hampir tidak ada (read: nol koma), sehingga tidak adanya keseimbangan antara exploration rate dan exploitation rate, artinya tidak ada sebuah sustainability development disini. Dan jika hal ini terjadi, maka cadangan mineral di Indonesia akan benar-benar habis. Dan yang dikhawatirkan oleh semua orang menjadi kenyataan, bahwa cadangan mineral di Indonesia telah habis.
Shinkansen Nozomi 2-3A, Fukuoka - Tokyo
Tokyo University’s Starbucks, Tokyo
My wife’s apartment, Saitama
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home